Ketika Sagu Meranti Tak Lagi Manis, Khairul Zainal: Perlu Regulasi yang Pro Rakyat

Ahad, 27 Oktober 2024 | 12:48:04 WIB
Tokoh Masyarakat Meranti, Khairul Zainal sorot persoalan perkebunan sagu di Kepulauan Meranti.

Pekanbaru,populisnews.com - Di balik kekayaan Kepulauan Meranti sebagai penghasil sagu terbesar di Indonesia, tersimpan cerita pahit yang jarang terdengar.

Sagu, yang dulu menjadi simbol kemakmuran bagi 20 persen masyarakat Meranti, kini tak lagi bisa diandalkan sebagai penopang ekonomi. Sebagian besar lahan perkebunan sagu telah berpindah tangan ke pengusaha besar, meninggalkan masyarakat lokal hanya sebagai penonton di tanah mereka sendiri.

Sagu Meranti yang dikenal sebagai yang terbaik di dunia bahkan masuk dalam rencana kerja Presiden RI Prabowo Subianto untuk menjaga ketahanan pangan nasional. Namun, ironisnya, potensi besar ini semakin sulit dirasakan manfaatnya oleh warga setempat.

"Sagu Meranti tak lagi terasa manis. Jangankan menikmati, melihat saja pun tidak bisa," ungkap Khairul Zainal, tokoh masyarakat Meranti, saat ditemui di Pekanbaru pada Minggu (27/10/2024).

Khairul bercerita tentang masa lalu, ketika perkebunan sagu menjadi harapan dan kebanggaan warga Meranti. Namun kini, monopoli dan penguasaan lahan oleh segelintir konglomerat membuat sagu yang dulu menjanjikan ketahanan pangan berubah menjadi komoditas yang sulit diakses masyarakat.

"Dulu, seluruh perkebunan sagu itu milik pribumi. Tapi sekarang satu per satu lahan sudah dikuasai orang asing. Masyarakat tak lagi bisa berbuat apa-apa. Untuk mendapatkan bahan baku saja sudah sulit. Para pengusaha lebih memilih menjual ke luar negeri seperti Malaysia dan Taiwan," kata Khairul, mengenang kejayaan sagu yang kini sirna.

 

Mati Suri
Di sepanjang Kepulauan Meranti, kilang-kilang sagu yang pernah menjadi sumber penghasilan utama kini banyak yang tutup. Perbandingannya, hanya sekitar 1 dari 10 pengusaha lokal yang masih bertahan di tengah tekanan bisnis para taipan.

"Lapangan kerja semakin sulit didapat, sehingga masyarakat terpaksa mencari pekerjaan sebagai buruh di negeri tetangga. Apa tidak miris kita melihat ini?" ujar Khairul dengan nada prihatin. Baginya, kondisi ini adalah tanda kegagalan tata kelola dan regulasi yang tidak berpihak pada rakyat.

Pun begitu, Khairul masih bergantung harap kepada pemerintah daerah untuk segera mengambil langkah dalam upaya memperbaiki tata kelola perkebunan dan pendistribusian sagu. Ia mengusulkan agar ada regulasi yang memberikan keadilan dalam penguasaan lahan, serta kebijakan tata niaga yang mendukung masyarakat setempat.

"Saran saya, berikan keadilan dalam penguasaan aset lahan di sana. Masyarakat harus mendapatkan kembali hak-haknya. Jangan biarkan kemiskinan terus berlanjut. Selain itu, atur juga tata niaga yang berpihak kepada masyarakat," tegasnya.

Menurut Khairul, dari lima pasangan calon bupati dan wakil bupati yang bertarung di Pilkada serentak 2024, ia menaruh harapan besar pada pasangan Asmar dan Muzamil. "Sepanjang dua pemimpin ini kompak, saya yakin masalah itu bisa diatasi," ucapnya penuh keyakinan.

Berantas Mafia Sagu
Selain tokoh lokal, seruan perbaikan juga datang dari H Hermansyah, salah seorang Ketua di Dewan Pimpinan Pusat Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (DPP KSPSI).

 

Hermansyah mengingatkan pentingnya pembenahan tata kelola sagu di Kepulauan Meranti, serta menuntut aparat penegak hukum untuk menindak tegas para "mafia sagu" yang telah merusak perekonomian daerah.

"Tangkap dan hukum para mafia sagu ini. Mereka sudah menghancurkan ekonomi masyarakat di sana. Bahkan, untuk bekerja sebagai buruh pun sekarang sangat sulit," ketusnya.

Bagi Hermansyah, fenomena ini ibarat ayam yang kelaparan di lumbung padi. Sagu yang melimpah ruah di Kepulauan Meranti tidak lagi menjadi berkah, melainkan sebuah ironi bagi masyarakat yang dulu menggantungkan hidup dari tanaman ini.

Ketegasan Pemerintah
Khairul dan Hermansyah sama-sama berharap ada ketegasan dari pemerintah untuk menyelesaikan persoalan ini. Mereka ingin pemerintah hadir dan berdiri di garda terdepan melawan ketidakadilan dalam tata kelola sagu, agar Meranti kembali menjadi tanah yang manis bagi penduduknya sendiri.

Masyarakat Kepulauan Meranti menanti, berharap, dan berdoa agar sagu yang menjadi warisan mereka tak lagi menjadi kenangan pahit, tetapi kembali manis seperti dulu.(*)

 

Terkini