Bupati Rohil H Bistaman Dimata Hj Asmarni Teman Masa Sekolah

Ahad, 06 Juli 2025 | 21:12:30 WIB
Hj Asmarni, teman masa kecil Bupati Rohil H Bistaman.

PEKANBARU,populisnews.com – Sebuah sore yang tenang di Tangkerang Selatan, Pekanbaru. Di teras rumahnya yang sederhana, Hj. Asmarni, perempuan kelahiran 29 November 1949 itu duduk mengenang masa-masa kecilnya. Suaranya lembut, matanya sesekali menerawang jauh—kembali ke dekade 1960-an, ke jalanan berdebu di kota kecil Pekanbaru, saat ia masih duduk di bangku sekolah dasar.

Bukan sekadar nostalgia. Di sela kenangan itu, terselip satu nama yang kini menjadi perhatian banyak orang: Bistamam, teman kecil sekaligus sepupu satu kampungnya dari Rantau Bais, Tanah Putih, Kabupaten Rokan Hilir. Kini, Bistamam telah menjabat sebagai Bupati Rokan Hilir.

“Meskipun sudah lama tidak bertemu, kenangan masa kecil kami tak pernah hilang,” kata Asmarni, tersenyum kecil mengenang.

Ia lalu bercerita tentang kenangan paling membekas—berangkat sekolah naik bendi, alat transportasi tradisional yang ditarik kuda. Kadang mereka berjalan kaki bersama, kadang patungan membayar ongkos bendi bersama teman-teman lain. Tawa dan canda mewarnai perjalanan pagi mereka menuju SDN 011 Rintis Pekanbaru, tempat mereka menuntut ilmu setelah hijrah dari kampung halaman.

Asmarni masih mengingat jelas, mereka sama-sama duduk di bangku kelas 5 SD saat pertama kali pindah ke Pekanbaru. Bahkan, nama kepala sekolahnya pun masih ia ingat, seorang perempuan bernama Ibu Rukiyah.

Setelah lulus SD, keduanya melanjutkan ke sekolah lanjutan yang sama: SMP Negeri 1 Pekanbaru, sekolah favorit pada masa itu. “Waktu itu pilihan sekolah tak banyak seperti sekarang,” kenangnya.

Meski tidak selalu satu kelas, namun kedekatan mereka tetap terjalin erat. Istirahat dan waktu pulang sekolah adalah momen yang tak terlewatkan untuk berseloroh dan berbagi cerita.

“Bistamam itu sosok yang sangat sportif. Apapun yang kita minta tolong, ia bantu tanpa banyak bicara. Orangnya peduli dan ringan tangan,” ujar Asmarni dengan nada penuh penghargaan.

Setelah SMP, keduanya masih bersekolah di tempat yang sama, SMEA Pekanbaru. Namun, jalan hidup mereka mulai berbeda. Asmarni yang kala itu duduk di kelas 3 terpaksa harus berhenti sekolah karena mengikuti permintaan orang tuanya untuk menikah. Ia tidak mengikuti ujian akhir, dan akhirnya mengikuti suami pindah ke Jakarta.

“Suami saya bekerja di Kementerian PU di Jakarta. Kami menikah selama 42 tahun sampai beliau wafat pada tahun 2013 di Pekanbaru,” ujarnya pelan.

Sementara itu, sang sepupu Bistamam tetap melanjutkan pendidikan dan menamatkan sekolah di SMEA Pekanbaru, sebelum kemudian menapaki jalan panjang menuju panggung politik dan akhirnya terpilih sebagai Bupati Rokan Hilir.

Kini, ketika muncul keraguan di tengah masyarakat tentang latar belakang pendidikan Bistamam, Asmarni angkat bicara. Ia menyuarakan harapan agar publik tidak terjebak pada prasangka.

“Saya ini saksi hidup. Kami sekolah sama-sama dari SD sampai SMEA. Jangan ragu pada latar belakang pendidikan Bistamam,” tegasnya.

Dalam tutur yang jujur dan hangat, Hj. Asmarni mengajak masyarakat untuk berpikir positif. Baginya, mengenang masa lalu bukan sekadar melepas rindu, tetapi juga menjaga kejujuran sejarah.

Dan dari jalanan Rantau Bais yang sunyi hingga kursi kekuasaan di Rohil, cerita persahabatan ini menjadi pengingat—bahwa setiap pemimpin punya cerita, dan di baliknya selalu ada sosok-sosok sederhana yang menjadi saksi perjalanan panjang mereka.(*)

 

Terkini