Pekanbaru,populisnews.com - Dugaan monopoli dan permainan dalam pengadaan barang dan jasa di Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Syarif Kasim Riau semakin mencuat ke permukaan. Forum LSM Riau Bersatu menjadi pihak yang paling vokal menyoroti pola pemenang tender yang dianggap tidak wajar dan berpotensi melanggar regulasi pengadaan.
Sorotan ini memuncak setelah muncul data pengadaan tahun 2025 melalui portal resmi Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Dalam situs tersebut, terlihat satu perusahaan memborong lebih dari setengah total paket pekerjaan.
57 Paket untuk Satu Perusahaan
Data LKPP menunjukkan CV Makmur Jaya menguasai 57 paket pekerjaan dengan nilai total Rp 4,57 miliar, sementara CV Sukses Mandiri memperoleh 24 paket senilai Rp 805 juta. Kondisi ini menimbulkan dugaan kuat adanya pengkondisian pemenang dan praktik monopoli dalam proses pemilihan penyedia.
Tak hanya itu, Forum LSM juga mengendus adanya kenaikan harga signifikan untuk proyek pengadaan langganan lisensi workspace pada 2024 dan 2025 yang dikerjakan oleh perusahaan yang sama.
“Jika data ini valid, kebijakan ini sudah masuk kategori parah,” tegas Ketua Forum LSM Riau Bersatu, Robert Hendrico SH
Regulasi Terancam Diabaikan
Dugaan pelanggaran terhadap Perpres 46 Tahun 2025 Pasal 50 turut menjadi sorotan. Regulasi tersebut menegaskan E-Purchasing wajib dilakukan jika barang/jasa tersedia di katalog elektronik. Namun, PPK UIN Suska justru memilih sistem LPSE dengan pemecahan paket pekerjaan, seperti: Pemeliharaan rumah dinas Rektor senikai Rp 300,8 juta, Pemeliharaan aula Pascasarjana Rp 399 juta, serta Peningkatan sejumlah fasilitas pusat bahasa dan layanan mahasiswa dengan nilai ratusan juta rupiah yang dikerjakan perusahaan yang sama.
Pemecahan paket ini diduga menjadi celah untuk mengatur pemenang lelang dengan skema yang sulit terawasi publik.
Minim Keterbukaan
Selain persoalan teknis pengadaan, Forum LSM Riau Bersatu menilai sikap pejabat UIN Suska terhadap media juga bermasalah. “Seharusnya Rektor, Wakil Rektor, dan PPK memberi penjelasan agar pemberitaan berimbang. Tapi mereka justru bungkam,” ucap Robert Hendrico.
Upaya konfirmasi jurnalis kepada WR II Alex Wenda dan PPK UIN Suska Salsabila hingga Senin (1/12/2025) pun belum membuahkan respons.
Robert menilai kasus ini telah menyentuh aspek hukum yang lebih serius. Mulai dari UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Dugaan pemecahan paket pekerjaan untuk menghindari batasan aturan, dan Potensi permainan anggaran pada pengadaan teknologi.
“Aparat hukum bisa masuk tanpa delik aduan. Kasus ini sudah cukup terang untuk diselidiki,” ujar Robert.
Ia juga mendorong para pengusaha yang merasa dirugikan untuk melapor ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
KPPU nantinya berwenang memberikan sanksi administratif hingga pidana jika monopoli terbukti.
Monopoli Tidak Boleh Terjadi
Itjen Kementerian Agama, Khairunas, menegaskan komitmen untuk mengawasi seluruh pengadaan di lingkungan Kemenag.
“Semua proses harus transparan dan akuntabel. Tidak boleh ada monopoli,” tegasnya.
Ia memastikan setiap pelaksanaan harus mengedepankan integritas, good governance, dan bebas intervensi kepentingan.
Kasus ini bukan kali pertama UIN Suska diterpa isu tata kelola. Sebelumnya kampus ini juga bergulat dengan berbagai persoalan manajerial yang belum tuntas.
Publik Menunggu Tindakan Nyata
Dengan jumlah proyek dan nilai anggaran yang besar, kasus dugaan monopoli ini tidak bisa dipandang sebagai isu kecil. Nama baik kampus dan kepercayaan publik sedang dipertaruhkan.
Forum LSM Riau Bersatu menegaskan, Kejati Riau dan Polda Riau harus turun tangan. Jika masalah ini tidak diusut, bukan hanya marwah UIN Suska yang rusak, tetapi juga kepercayaan masyarakat terhadap pengawasan negara terhadap institusi pendidikan Islam.
“Kasus ini harus dibuka seterang-terangnya untuk mencegah kerusakan yang lebih besar di masa depan,” pungkas Robert Hendrico.(*)