Satu Malam Menjelang Sidang Perdana Anwar Ibrahim

 

SAYA (wartawan Media Indonesia) jadi ingat pengalaman bersama wartawan senior Riau, Almarhum H. Mulyadi (Suara Pembaruan) tahun 1993 ketika sidang perdana Anwar di pengadilan. Kami berdua ditugaskan Gubernur Soeripto untuk meliput langsung situasi jelang disidangkannya Datuk Anwar.

Satu malam jelang sidang, kami nyelonong naik taksi ke kediaman Anwar di bukit Damansara (perumahan pembesat negara). Waktu supir taksi menanya diantar ke mana, kami bilng mau ke rumah Datuk Anwar. Supir taksi macam tak percaya.
"Iye ke? Saya sudah 20 tahun bawa taksi, tak pernah ada mengantar orang ke rumah Timbalan PM ini."

Malam itu banyak sekali Intel berpakaian preman di sekitar rumah. Kami terus ke teras belakang dan menekan bel headphone. 
"Siapa?" jawab dari dalam rumah. 
"Kami keluarga Datuk Anwar dari Indonesia". 
Tak lama kemudian pintu dibuka. Kami dipersilakan masuk ke ruang tengah dan duduk di kursi. Itu ruang keluarga. 
"Tunggu kejap, Datin Wan Azizah (istri Anwar) sedang berunding dengan peguam (lawyer,)" kata seorang perempuan muda.

Selang setengah jam kemudian, Datin menemui kami. "Maaf, menunggu lama. Tadi ada runding dengan peguam untuk sidang besok,' katanya.

Kami pun berbincang/ wawancara tanpa ada kertas catatan dan pulpen. Takut dicurigai saat pulang nanti. Wawancara oun berlangsung setengah jam lebih. Hari sudah pukul 23.00. Sebelum pamit, Datin menawari kami untuk datang pada sidang di pengadilan besok pagi.

Waktu keluar rumah dan meninggalkan halaman depan, para Intel yang berjumlah belasan masih ada. Di jalan depan ada dua sedan parkir. Kami terus berjalan menjauh. Sekitar 300 meter sampai di jalan raya, dua sedan tadi membuntuti kami. Kami buru2 bersembunyi di rimbunan bunga di pulau jalan. Begitu sedan itu berlalu, kami berjalan lagi. Tak lama kemudia sedan tadi muncul dari arah berlawanan. Begitu kejadiannya sampai tiga kali.

Alhasil kami berjalan kaki malam itu sejauh 9 km. Barulah dapat taksi umum yang mengantarkan kami ke hotel di kawasan Chow Kit.

Besok pagi sekitar pukul 9 kami sudah sampai pengadilan. Menunggu di lorong masuk ruang pengadilan. Tak lama kemudian Datin Wan Azizah didampingi dua putrinya yang cantik lewat. Datin masih ingat wajah kami dan mengajak ikut menuju pintu ruang sidang.

Datin dan keluarga serta rombongannya masuk ke dalam, kami dicegat oleh penjaga pintu. Karena kami tak ada permit, maka kami menunggu di luar. Kamipun pulang sambil memantau di kalangan masyarakat. Waktu itu kami merasakan mayoritas rakyat Malaysia masih mendukung Datuk Anwar.

Hari itu juga kami  mengirim berita lewat faksimili  ke redaksi media masing-masing. Besoknya kami meninggalkan Kualalumpur naik bus ke Singapura. Di Singapura kami baca berita di koran bahwa pemerintah Mahathir memberlakukan UU  ISA (Internal Security Act).

Lusanya kami naik feri ke Batam. Selanjutnya pulang ke Pekanbaru. Malamnya kami menjumpai Pak Soeripto di kediaman.

Pak Ripto memperlihat hasil wawancara khusus kami dengan Datin Wan  Azizah  di halaman depan Media Indonesia dan Suara Pembaruan.

"Saya sempat risau begitu baca berita pemerintah Malaysia memberlakukan UU ISA. Kalian bisa2 ditangkap karena wawancara kalian di muat di halaman depan suratkabar. Ya, syukurlah bisa pulang dengan selamat," ucap Gubernur Riau yang pernah jadi Pangkostrad itu.(*)

 

Penulis: Fakhrunas MA Jabbar, wartawan senior Riau 

Berita Lainnya

View All