Pekanbaru,populisnews.com - Temu Gagas Masyarakat Adat Melayu Riau 2023 yang digelar di Balairung Tennas Efendy Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR), Selasa (14/11/2023), mengupas soal pertanahan yang banyak menimbulkan konflik di tengah masyarakat Riau.
Giat yang diinisiasi LAMR Provinsi Riau ini dihadiri seluruh pengurus LAMR Kabupaten/Kota dan masyarakat adat yang ada di Provinsi Riau, serta Wakil Ketua Komisi V DPRD Riau Dr Hj Karmila Sari MM. Diacara tersebut semua permasalahan yang terjadi di masing-masing Kabupaten/Kota disampaikan untuk dibahas bagaimana solusi mengatasinya.
Ketua LAMR Provinsi Riau, Datuk Seri H Raja Marjohan Yusuf yang ditemui usai acara mengatakan, persoalan lahan di Riau terbilang sangat tinggi di Indonesia. Dan ini terjadi antara perusahaan dengan masyarakat. Mirisnya, setiap sengketa lahan yang terjadi, yang mengalami kerugian selalu masyarakat.
"Ya, Temu Gagas Masyarakat Adat ini bertujuan untuk mendengarkan semua keluhan masyarakat adat terkait konflik lahan yang terjadi di Provinsi Riau. Sebagaimana yang saya sampaikan tadi, bahwa daerah kita (Riau,red) terkait permasalahan agraria terbilang sangat tinggi. Untuk penyelesaiannya tentu tidak mudah. Yang jelas, LAMR akan tetap bekerjasama dengan pemerintah provinsi untuk menyelesaikan masalah pertanahan khususnya tanah ulayat yang kini banyak bersengketa," terang Marjohan.
Dia menyambut baik upaya pemerintah provinsi yang komit membantu permasalahan konflik lahan dengan membentuk Tim Terpadu Percepatan Penyelesaian Konflik Tanah Adat/Ulayat.
"Setiap daerah memiliki karakteristik yang berbeda-beda yang perlu diselesaikan dengan pendekatan yang tepat. Jadi, kerja sama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat itu sangat penting dalam mengatasi berbagai permasalahan yang ada. Mudah-mudahan dengan adanya tim ini, permasalahan yang muncul di tengah-tengah masyarakat terkait lahan bisa diselesaikan," harapnya.
Dia juga mengapresiasi pernyataan sikap dari komunitas masyarakat adat untuk diteruskan kepada pihak yang berkepentingan. Dalam hal ini pengambil kebijakan di negeri ini.
Maklumat Sikap Adat
Sebagaimana diketahui, dalam Temu Gagas Masyarakat Adat Melayu Riau tersebut, Komunitas Masyarakat Hukum Adat se-Provinsi Riau juga telah mengeluarkan pernyataan sikap (maklumat).
1. Mendesak Kementerian Pertanian, Badan Pertanahan Nasional untuk memberikan sanksi pencabutan, dan/atau tidak memperpanjang HGU dan/atau izin bagi perusahaan yang tidak melaksanakan fasilitasi pembangunan kebun masyarakat 20% dari jumlah HGU dan Izin pengelolaan, sebagaiman diatur dalam Pasal 57 UU No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Pertanian, dan Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Fasilitasi Pembangunan Kebun Masyarakat Sekitar.
2. Mendesak Kementerian Lingkungan Hidup untuk memberikan hak kepada Masyarakat Hukum Adat sebanyak 30% total dari 1.2 juta kawasan hutan yang digunakan untuk perkebunan sawit oleh perusahaan pada progam pengampunan dan atau keterlanjuran.
3. Meminta kepada pemerintah untuk membentuk desa adat, dan kepada pemerintah kabupaten/kota se Provinsi Riau segera membentuk Peraturan Daerah tentang desa adat serta membentuk tim verifikasi dan identifikasi Masyarakat Hukum Adat di setiap daerah masing-masing.
4. Mendesak Pemerintah untuk melakukan pengukuran ulang jumlah luasan HGU dan HTI yang dikelola oleh perusahaan dan membuka informasi data masa berlaku HGU perkebunan kelapa sawit dan HTI di provinsi Riau pada publik.
5. Meminta Kepolisian Republik Indonesia, Kejaksaan Agung, dan Mahkamah Agung untuk mengutamakan pendekatan restoratif justice dalam menyelesaikan sengketa yang terjadi dalam kehidupan Masyarakat Hukum Adat Riau, sebagai jaminan penentuan hidup sesuai adat istiadat sendiri, berdasarkan kearifan lokal Masyarakat hukum adat.
6. Mendesak Pemerintah untuk segera mengesahkan rancangan undang-undang tentang Masyarakat Hukum Adat menjadi undang-undang tentang Masyarakat Hukum Adat.(*)