Catatan Sekcam Depati Tujuh di Hari Ibu

Ibu ku Tangguh

Ibu ku Tangguh
Susila Dewi (kiri), Ibunda Sunarni (kanan)

Kabut menyentuh lembut dedaunan basah di ranting batang alpukat madu menjulang semampai belakang rumah di sudut tembok pembatas dengan lapangan bola milik pemuda  empat desa. Embun menyejuk sapa pelintas jalan baru Muaro lupak dalam semangat kesibukan aktifitas pagi warga Desa Belui ke sawah padi yang membentang rata di bawah kaki langit menghijau. 

Pagi masih meredup, surya masih belum sempurna memancarkan sinarnya. Kesejukan pagi di negeri sakti alam Kerinci yang di kelilingi gunung dan bukit membetahkan diri dalam kehangatan balutan selimut tebal.

Hati keibuanku terpanggil untuk menyiapkan sarapan terbaik buat kedua buah hati dan suami tercinta di waktu istimewa dalam kebersamaan di akhir pekan.

Kompor dua tunggu di dapur menyala dengan pijar birunya, kuali besar segera berhiruk pikuk dalam ragam bahan dan campuran bumbu  melengkapi menu nasi goreng kampung bertabur teri.

Smartphone di meja makan berdering singkat memancing fokusku beralih dari wadah penggorengan ke sumber suara untuk memastikan siapa yang berkirim pesan singkat sepagi ini.

Layarnya kugeser pelan, aplikasi chating whatsapp tertulis dua pesan masuk. Satu persatu ku buka, dua pengirim berbeda namun memiliki maksud yang sama, pesan dari dua bidadari cantikku di kamar sebelah.

"Selamat hari ibu mi, kami sayang mami," tulis putri sulungku

"Selamat hari ibu mami hebat kami, Sehat selalu mi. I love u,"ungkapan hati putri kecilku

Pesan singkat dari kedua belahan hati itu menyadarkanku bahwa hari ini, tanggal 22 Desember, hari yang di spesialkan memperingati ibu ibu yang rela berjuang untuk anak anak nya. Hari yang didedikasikan kepada para ibu yang tak kenal lelah memberikan yang terbaik untuk anak anak tercinta.

Sambil menenteng hp android di tangan, kaki kaki terus melangkah menuntunku ke kamar paling depan rumah kami. Disana dulunya adalah tempat tidurnya almarhumah ibunda tercinta semasa hidup beliau, saban pagi suara langkahnya terdengar bergerak pelan ke arah belakang menuju dapur, memasak air hangat untuk membuat teh manis, teh merek aroma asli Kerinci kesukaannya.

Gorden biru tosca penutup daun pintu kugeser kesamping, pintu dibuka pelan, kaki terasa lunglai namun terus memaksakan diri duduk disamping spring bed dengan sebuah bantal dan guling warna putih serta dua selimut super tebal terlipat rapi di bagian atas nya. 

Disini, ibunda kami menghabiskan waktu dimasa tuanya. Kamar ini telah kosong sejak kepergiannya 10 bulan yang lalu. Hari itu tanggal 14 Februari 2024, disaat masyarakat Indonesia berbondong bondong ke bilik suara untuk menentukan masa depan negeri ini, menjadi hari terakhirnya dalam ruangan yang kami khususkan untuk kenyamanannya, di tilam ini beliau mengakhiri kebersamaan kami tuk selama lamanya.

Kini ibunda telah tiada, di hari ibu tahun 2024 ini, sudah 307 hari beliau tak bersama kami di rumah ini, tak lagi menghuni kamar paling depan rumah kami untuk nya. 

Sekeliling ruangan kuperhatikan dengan seksama,  mukena putih yang biasa dikenakannya masih menggantung di lemari kayu bagian samping kanan kamar. Meja kecil tempatnya menyimpan obat masih diposisi yang sama, kami tak merubah lay outnya, kami biarkan seperti sedia kala, seperti masa masa beliau masih ada. Walau kini kami hanya menyimpan kenangan kebersamaan saja.

Sosok ibu Sumarni, perempuan tangguh di masa nya, berjuang dengan segenap tenaga dan pantang berputus asa dalam membesarkan kami anak anaknya, menyekolahkan kami dengan segala keterbatasannya dan dalam ketidakmampuan ekonominya. Semangat tak kenal lelahnya mengantarkan buah hatinya menggapai mimpi mimpi kami. Mimpi menjadi pribadi yang mandiri.

Ibu Sumarni yang kesehariannya kami panggil mak itu, sering menyebutkan cita cita nya melihat anak anaknya sekolah sampai kuliah agar tidak merasakan beratnya hidup sebagaimana yang ia rasakan. Ia tak mengenyam pendidikan tinggi. Namun tak menghalangi semangatnya untuk anak anak mendapatkan pendidikan semestinya.

"Mak tidak sekolah, jangan sampai anak anak mak tidak sekolah seperti mak," kata kata beliau yang sering terngiang di telinga

Saat kuliah dulu, beliau kerap pula kasih nasehat untuk bertahan dengan segala kekurangan dan keterbatasan. Kuliah harus berbekal kemauan bukan hanya kemampuan. Daya juang yang jadi pembeda hasilnya

"Kalau nunggu kita punya uang, kalian takkan pernah kuliah, rajin lah belajar, biar papamu dan mak yang cari uangnya," kata katanya yang selalu menyemangati kami anak anaknya dulu.

Kata kata itu memang benar benar beliau dan ayahanda terkasih tunjukkan, segala cara dilakukan untuk bisa membiayai kuliah kami, pontang panting dari pagi sampai pagi menjelang mencari sesuap nasi untuk mengganjal perut kami, untuk membayar SPP kami, melayakkan kami untuk masa depan kelak.

Kini, ku telah jadi ibu dari dua putri cantik, tongkat estapet peran serupa yang pernah di lakoni mak dulu telah berpindah ke anak anaknya di masa dan cara berbeda. Tantangan maupun kemudahan di saat ini tetap saja membutuhkan sentuhan hati serta kemauan keras dari seorang ibu memberi warna berbeda dalam tumbuh kembang anak.

Semangat mendidiknya dulu, jadi rule model bagi kami anak anaknya untuk tidak menyerah dan hanya berfokus pada tujuan memberikan yang terbaik untuk si buah hati, mempersiapkan mereka menjadi generasi emas negeri ini nantinya. Membanggakan orang tuanya, berguna  bagi masyarakat, bangsa dan negara, mendoakan kami ketika sudah tiada, minimal mandiri baginya sendiri.

"Mi, dipanggil papi sarapan sama sama," panggil si bungsu seraya mendorong daun pintu pelan.

"Ayo nak, kita sarapan," jawabku sambil menggandeng tangan nya, memeluknya yang bergelantungan manja berjalan ke ruang makan disamping dapur.

Santapan nasi goreng kampung karya seorang ibu dari generasi X  mengadopsi menu  yang diwariskan secara turun temurun oleh ibu ibu sebelumnya.

Denting sendok beradu piring makan mengakhiri cengkrama pagi di meja makan. Panglima rumah tangga (ibu) telah menyiapkan jadwal sehari untuk dipatuhi seluruh anggota keluarga. kegiatan dimulai dengan ziarah ke makam nyantan dan inu (kakek nenek) di makam keluarga yang tak jauh dari kediaman kami, berkisar 10 menitan jika berjalan kaki.

Tali rapia pengikat pintu pagar makam dibuka. Pintu pagar dari kayu tampak mulai rapuh di makan usia, namun masih kokoh untuk menghalangi hewan ternak masuk ke dalam. Belasan makam keluarga dari garis ibu berjejer rapi dengan rindang bunga meneduh diatasnya, bebatuan kecil memenuhi rumah peristirahatan terakhir orang tua kami tercinta dalam ukuran 1 x 2 meter itu. Mereka bersama dalam satu makam berdua. Cinta mereka sehidup semati, bersama seatap di dunia, sesudah matipun mereka se nisan.

Salam terkhusus ayah ibu, kakek, dan segenap penghuni makam diucapkan. Semoga kesejahteraan dan ampunan tercurah untuk kita semua.

"Assalamualaikum ya ahli kubur" ucap kami bersamaan tanpa komando

Tepat di depan pintu masuk, hanya berjarak dua langkah saja dari pembatas areal makam, pusara ayahbunda kami sudah di depan mata. 

Ayah ibu kami masih bersama sampai ke kuburan, 

Kami bersimpuh di ujung makam sebelah bawah, mengutip rerumputan kecil yang tumbuh diantara batu. 

Tak lupa mengucap doa, semoga Allah Subhanahu wa ta'ala memberikan kelapangan kubur, menerangi dan menghiasi kubur mereka dengan taman taman surga.

"Ya Allah, kini mereka bersama dalam pembaringan abadi. Istirahat dengan tenang disisimu, ampunilah dosa dosa ayah ibu kami. Ya Allah jika semasa hidup mereka banyak silap dan salah, terkadang alpa menjalankan perintahmu, lupa berbuat kebaikan atas namamu, itu semua karena kami anak anaknya ya Allah. Karena semangatnya yang amat besar dalam membesarkan kami, menyekolahkan kami, hingga mereka lupa waktu dekat dengan mu, salah itu semua karena kami ya Allah. Ampuni dosa mereka ya Allah. Dosa ibu kami dan dosa ayah kami, terima lah mereka disisimu, di jannahmu,"

Hari ini, setiap anak di nusantara ini mengagungkan  sosok seseorang yang melahirkan mereka. Hari ibu di namai, untuk mengingat jasa jasa dan pengorbanan ibu dalam membesarkan kami anakmu, menyekolahkan kami dengan segala upayamu yang tertatih tatih. Nisan ini membersamai dua orang tercinta kami, terkasih kami yang tangguh, gigih dan pantang menyerah.

Karakter kuatmu mengilhami kami dalam melanjutkan tongkat estafet sebagai seorang ibu. Terima kasih mak, dan seluruh ibu di negeri Pertiwi ini.

"Selamat Hari ibu 2024"

Penulis : Susila Dewi S.Pd

Sekcam Depati Tujuh

Berita Lainnya

Index