Pekanbaru,populisnews.com – Musim penghujan belum mampu meredakan suhu panas di tubuh Partai Golkar Riau. Menjelang Musyawarah Daerah (Musda), suasana internal partai berlambang beringin ini kian memanas. Masa kepengurusan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) di bawah kepemimpinan H Syamsuar yang dinilai gagal membawa Golkar berjaya di Pemilu 2024 menjadi sorotan tajam.
Beberapa tokoh muncul sebagai kandidat potensial menggantikan Syamsuar. Nama-nama seperti HM Rusli Zainal, H Johar Firdaus, H Yuherman Yusuf, H Andi Rahman, HM Haris, H Erizal Muluk, hingga Parisman, HM Wardan, Ridwan GP, dan Yulisman, disebut-sebut sebagai calon kuat. Menariknya, kali ini juga muncul kandidat perempuan, Dr. Karmila Sari dan Hj Septina Primawati Rusli yang menawarkan warna baru dalam persaingan Ketua Golkar Riau.
Kritik dan Harapan
Tokoh senior Golkar Riau, H Hermansyah, menyebut Musda sebagai forum tertinggi di tingkat daerah yang menentukan arah kebijakan partai. Ia menilai banyaknya kandidat adalah bukti kecintaan kader terhadap Golkar. Namun, ia mengingatkan agar ambisi tidak berubah menjadi ambisius yang merusak norma dan kaidah partai.
"Ambisi boleh, tapi jangan ambisius. Tepuk dada tanya selera. Kalau benar-benar cinta terhadap Golkar, hindari pendekatan pragmatis yang bisa semakin menjatuhkan partai," tegas Hermansyah, kader Golkar sejak 1979.
Hermansyah juga menyoroti pentingnya calon ketua memiliki prinsip PDLT (prestasi, dedikasi, loyalitas, dan tidak tercela). Ia berharap Musda nanti melahirkan pemimpin yang amanah, kapabel, dan berintegritas, demi menyelamatkan Golkar dari keterpurukan.
Sejarah Baru Golkar
Terkait munculnya nama Septina dan Karmila Sari sebagai calon dari kaum perempuan, Hermansyah menyebutnya sebagai hal yang wajar dan langkah positif.
"Jika benar dua Srikandi ini maju, ini bisa menjadi terobosan baru dalam sejarah Golkar Riau, karena selama ini ketua selalu dipegang kaum pria," kata Sekretaris Dewan Pertimbangan PG Riau ini.
Namun, Hermansyah mengingatkan bahwa pemilihan ketua harus melalui mekanisme yang sesuai dengan AD/ART partai, tanpa pengaruh like and dislike. Ia menegaskan, keputusan Musda adalah final selama tidak bertentangan dengan aturan partai.
Hermansyah juga menekankan pentingnya menyingkirkan faksi-faksi yang selama ini menjadi benalu di tubuh Golkar. "Hakekat kebersamaan jangan hanya menjadi slogan. Solidaritas dan soliditas harus menjadi tujuan utama untuk membangun Golkar Riau yang lebih kuat," tegas Ketua Dewan Pimpinan Nasional (DEPINAS) SOKSI ini lagi.
Dikatakannya, Musda Golkar Riau kali ini menjadi ajang penting yang tidak hanya menentukan arah partai ke depan, tetapi juga menjadi ujian besar dalam membangun kembali kejayaan Golkar di provinsi ini.
Hermansyah berharap semua kader menjadikan Panca Bhakti sebagai pedoman untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap partai berlambang pohon beringin ini.
Sebagai partai besar yang sudah berdiri sejak 1964, Golkar diharapkan mampu keluar dari krisis dan kembali menjadi kekuatan politik yang diperhitungkan di Riau. “Golkar adalah partai yang mapan. Proses Musda harus menjadi momentum kebangkitan, bukan sebaliknya,” pungkas Hermansyah.
Dengan sejumlah nama yang muncul dan dinamika yang terjadi, hasil Musda Golkar Riau kali ini akan menjadi penentu apakah partai mampu bangkit dari keterpurukan atau justru semakin terpuruk dalam konflik internal.(*)