Workshop Agroforestry di Siak

Empat Pakar Ungkap Rahasia Sukses Tumpang Sari Kopi di Kebun Sawit

Empat Pakar Ungkap Rahasia Sukses Tumpang Sari Kopi di Kebun Sawit
Joni Irawan, Enriski Efrata, Feri Agriani, dan Hisam Setiawan (ft. Searah jarum jam)

SIAK, Populisnews.com Suara tawa sesekali pecah di Aula TPA Al Amanah, Kampung Tanjung Kuras, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak, Riau, Kamis (23/10/2025) pagi itu. Di antara puluhan peserta, tampak wajah-wajah penuh antusiasme mendengar pemaparan empat narasumber yang memantik semangat baru, bagaimana kopi bisa tumbuh subur di bawah rindangnya kelapa sawit.

Workshop bertajuk Agroforestry Budidaya Tumpang Sari Kopi di Kebun Sawit yang digelar Yayasan Gambut bekerja sama dengan Badan Pengelolaan Dana Perkebunan (BPDP) itu menghadirkan pembicara dari kalangan akademisi dan praktisi yang berkompeten di bidangnya. Tujuannya sederhana, tapi bernilai besar, membuka mata petani bahwa kebun sawit tak hanya bisa menghasilkan minyak, tapi juga kopi yang menambah penghasilan.

Pemateri pertama, Ir. Feri Agriani, STP., M.Si dari Politeknik Kampar, mengawali sesi dengan paparan tentang Budidaya Tanaman Kopi di Kebun Kelapa Sawit. Ia menjelaskan, saat ini luas perkebunan sawit di Riau terus meningkat, sementara produksi kopi cenderung stagnan karena tanaman tua dan kurang perawatan.

Feri Agriani 

“Petani bisa manfaatkan lahan sawitnya dengan sistem tumpang sari. Jadi, penghasilan tak hanya dari sawit, tapi juga dari kopi,” ujar Feri, yang disambut anggukan peserta. Menurutnya, sistem ini mampu meningkatkan produktivitas lahan tanpa harus membuka area baru, sekaligus menjadi langkah kecil menuju pertanian berkelanjutan.

Selanjutnya, Enriski Efrata, S.P., M.Si dari Fakultas Pertanian Universitas Riau, mengingatkan peserta soal tantangan yang perlu diwaspadai. Menurutnya, tatantangan itu datang dari serangan jamur pada tanaman kopi.

Ia menyebut Jamur Upas (Corticium salmonicolor) sebagai musuh utama yang bisa membuat batang kopi mati. “Kalau sudah terlihat miselium putih atau merah muda di batang, segera pangkas dan bakar bagian yang terinfeksi. Jangan lupa semprot pestisida agar tidak menular,” jelas Enriski dengan nada serius namun bersahabat.

Enriski Efrata

Sementara itu, Joni Irawan, S.P., M.Si, yang juga dosen Faperta UNRI, menekankan pentingnya pemeliharaan dan pascapanen. Ia berbagi tiga langkah utama: pemupukan, pemangkasan, dan panen tepat waktu. “Gunakan kombinasi pupuk organik dan kimia agar tanaman tumbuh optimal. Dan jangan ragu memangkas cabang tua atau terserang penyakit. Itu bagian dari merawat kehidupan tanaman,” tuturnya.

Joni Irawan

Puncak sesi berlangsung hangat ketika Hisam Setiawan, pendiri Yayasan Gambut, membahas Tata Niaga Kopi Liberika Berbasis Kelompok Masyarakat. Ia berbicara bukan hanya soal menanam, tapi soal membangun kemandirian ekonomi petani.

Hisam Setiawan

“Bapak-ibu tak perlu takut, kebutuhan kopi dunia sangat tinggi. Dengan tata niaga berbasis masyarakat, petani bisa kelola hasilnya sendiri lewat koperasi, bukan lagi tergantung tengkulak. Sekarang Kopi bukan sekadar tanaman tambahan di kebun sawit, tapi jalan menuju kesejahteraan,” terang Hisam.

Diskusi pun kian hidup. Peserta silih berganti bertanya. Mulai dari soal modal, cara mendapatkan bibit, hingga perawatan agar sawit tidak terganggu. Pun begitu para narasumber menjawab lugas, bahkan sesekali menyelipkan humor, membuat suasana cair namun sarat ilmu.

Kegiatan workshop diakhiri dengan sesi foto bersama yang digelar di halaman aula. Terlihat wajah-wajah peserta memancarkan keyakinan baru, bahwa sawit dan kopi bisa tumbuh berdampingan, seperti semangat kolaborasi yang tumbuh di antara mereka.(*)

Berita Lainnya

Index