Pekanbaru,populisnews.com – Pilkada Serentak 2024 membawa babak baru yang memprihatinkan bagi Partai Golkar Riau. Gagal memenangkan mayoritas kontestasi, termasuk pemilihan gubernur, kondisi partai yang dulu mendominasi kini berada di titik terendah. Hal ini memicu kritik tajam dari internal partai, termasuk dari H Hermansyah, anggota Dewan Pertimbangan Partai Golkar Riau.
Hermansyah, yang telah bergabung dengan Partai Golkar sejak 1979, menyebut hasil buruk ini sebagai “sejarah kelam” bagi partai. “Golkar selalu menjadi kekuatan dominan di Pemilu. Tapi kali ini, kita kalah di legislatif, kalah di Pilgub. Parahnya lagi, dari 13 Pilkada kabupaten/kota di Riau, hanya menang di dua daerah saja,” katanya dalam wawancara, Jumat (29/11/2024).
Menurut Hermansyah, akar masalah terletak pada kepemimpinan Ketua DPD Partai Golkar Riau, Syamsuar. Ia menyoroti lemahnya konsolidasi, kurangnya pemberdayaan organisasi sayap, dan minimnya komunikasi yang mengakibatkan Golkar gagal merebut suara.
“Syamsuar tidak melibatkan tokoh-tokoh partai yang sudah berjuang lama. Organisasi sayap seperti AMPG, SOKSI, Kosgoro, dan lainnya tidak diberdayakan. Bahkan komunikasi internal sangat buruk. Jangankan no HP beliau, saya sendiri tidak tahu kapan kantor Golkar pindah,” keluh Hermansyah menggambarkan buruknya komunikasi.
Ia juga menilai Syamsuar tidak memenuhi prinsip Prestasi, Dedikasi, Loyalitas, dan Tidak Tercela (PDLT) yang menjadi syarat kepemimpinan Golkar. “Pemimpin Golkar harus bisa memotivasi dan menerima kritik. Sayangnya, itu tidak terjadi di kepemimpinan saat ini,” tegasnya.
Lempar Handuk
Tersebab itu, Hermansyah menyerukan DPP Partai Golkar untuk mengevaluasi secara menyeluruh terhadap kepemimpinan Syamsuar. Ia bahkan secara terbuka meminta Syamsuar untuk mengundurkan diri demi kebaikan partai.
“Kalau Syamsuar tidak mampu membawa perubahan, lebih baik lempar handuk saja. Partai ini membutuhkan pemimpin yang bisa mempersatukan, bukan memecah belah,” ujarnya.
Di tengah kritik keras, Hermansyah menegaskan bahwa kritiknya bukan karena kebencian, melainkan bentuk kecintaannya pada Golkar. Ia berharap partai segera berbenah untuk kembali menjadi kekuatan politik dominan di Riau.
“Partai ini harus menjadi kebanggaan. Jangan biarkan kekecewaan kader menumpuk. Jika terus dibiarkan, Golkar hanya akan menjadi sejarah,” tutup Ketua Dewan Pimpinan Nasional (DEPINAS) SOKSI ini.
Kegagalan Partai Golkar di Pilkada 2024 menjadi refleksi penting tentang pentingnya kepemimpinan yang kolektif dan kolegial, seperti yang menjadi asas partai. Kini, bola berada di tangan DPP untuk menentukan arah masa depan Golkar Riau. (*)