Kopi Numpang di Sawit, Harapan Baru Petani Sungai Apit di Tanah Gambut

Kopi Numpang di Sawit, Harapan Baru Petani Sungai Apit di Tanah Gambut
Semangat petani sawit melakukan tumpang sari tanaman kopi di lahan sawit, Jumat (24/10/2025).

SIAK, Populisnews.com Pagi yang teduh di antara deretan pohon sawit Dusun I Kampung Tanjung Kuras, Kecamatan Sungai Apit, menjadi saksi lahirnya harapan baru bagi para petani. Tanah gambut yang lembab, biasanya hanya ditumbuhi sawit, kini bersiap menyambut tanaman baru, kopi.

Dengan cangkul di tangan dan semangat di dada, para peserta Workshop Agroforestry Budidaya Tumpang Sari Kopi di Kebun Sawit melangkah ke lahan percontohan. Mereka bukan sekadar menanam bibit, tapi menanam impian tentang masa depan pertanian yang lestari dan menguntungkan.

Penanaman bibit kopi dilakukan secara serentak

Di tengah barisan peserta, Joni Irawan, instruktur lapangan yang berpengalaman, berdiri memberi arahan. Suaranya tegas namun bersahabat.

“Dalam bertani, pencegahan itu penting. Jangan tunggu tanaman sakit baru diobati,” ujarnya sambil menunjukkan cara menggali lubang tanam yang ideal.

Menurutnya, standar operasional penanaman kopi harus dipahami dengan benar: mulai dari jarak tanam, kedalaman lubang, hingga pemupukan awal. Semua harus tepat agar bibit kopi tumbuh sehat di sela-sela pohon sawit.

“Kalau jarak sawit delapan meter, maka cukup satu pohon kopi di tiap gawangan. Supaya pertumbuhannya tidak terganggu saat panen sawit,” jelasnya.

Satu per satu, peserta mulai mempraktikkan arahan itu. Suara pacul yang menghantam tanah berpadu dengan tawa dan obrolan ringan. Dari kejauhan, tampak deretan bibit kopi yang baru ditanam, seolah memberi warna baru di bawah naungan sawit yang menjulang.

“Kita berharap inovasi ini berhasil,” kata Joni menutup sesi lapangan. Harapan kami, desa ini bisa menjadi desa binaan. Kami akan terus mendampingi petani agar tumpang sari kopi-sawit ini benar-benar membawa manfaat,” ujarnya.

Mahasiswi UHTP ikut andil melakukan penanaman bibit Kopi.

Setelah sesi praktik usai, para peserta kembali ke aula tempat workshop dimulai. Di sana, suasana terasa hangat dan penuh rasa syukur.

Mulyadi, Direktur Yayasan Gambut, berdiri di depan ruangan sambil tersenyum lega.

“Alhamdulillah, antusias masyarakat luar biasa. Kegiatan ini berhasil mempertemukan pengetahuan akademisi dengan kearifan lokal petani. Kami berharap semangat ini menular ke desa-desa lain,” ujarnya.

Workshop yang didukung oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) ini ditutup secara resmi oleh Hisam Setiawan, pendiri Yayasan Gambut. Dalam sambutannya, ia menegaskan pentingnya membentuk kelompok tani agar program ini terus berlanjut.

“Kalau ingin pelatihan ini berkelanjutan, bentuk kelompok tani. Kami siap membantu fasilitas seperti bibit, pupuk, hingga alatnya,” tegas Hisam yang disambut tepuk tangan peserta.

Sore itu, di bawah langit yang mulai temaram, semangat baru tumbuh di Sungai Apit. Dari tanah gambut yang dulu hanya menjadi lahan sawit, kini tumbuh harapan baru lewat butiran kopi, simbol perubahan, kerja sama, dan masa depan pertanian berkelanjutan di Negeri Istana.(*)

 

Berita Lainnya

Index